Siang ini, aku sendirian lagi di rumah, ibuku pergi ke sawah, kedua kakakku yang baru pulang sekolah juga sudah berangkat ke sawah. Membosankan rasanya kalo anak berumur 5 taun seperti saya harus sendirian, tatkala semangat kekanak-kanakan saya sedang menggebu-gebunya. Mencari pelampiasan....
Saya mondar-mandir di rumah kami yang hanya lantainya yang terbuat dari semen itu. Semua dindingnya dari papan, entahlah dari kayu apa itu, gak ada tulisan "made from mahoni", "made from tombak (hutan) sosornapa", dan lebih dari itu, saya tak bisa membaca kalo ada tulisan disitu. Lum pernah sekolah dabah...! Bingung di ruang tengah yang banyak kursi namun sepi bunyi-bunyian selain langkah pletak-pletak kaki saya, saya beranjak ke dapur.... Nyaman rasanya berada di dapur ini, walo lantainya terbuat dari kayu (yang tentu saja saya gak tau dan gak peduli terbuat dari kayu apa, gak ada tulisannya juga.. :P ), namun nyaman...
Saya mondar-mandir di rumah kami yang hanya lantainya yang terbuat dari semen itu. Semua dindingnya dari papan, entahlah dari kayu apa itu, gak ada tulisan "made from mahoni", "made from tombak (hutan) sosornapa", dan lebih dari itu, saya tak bisa membaca kalo ada tulisan disitu. Lum pernah sekolah dabah...! Bingung di ruang tengah yang banyak kursi namun sepi bunyi-bunyian selain langkah pletak-pletak kaki saya, saya beranjak ke dapur.... Nyaman rasanya berada di dapur ini, walo lantainya terbuat dari kayu (yang tentu saja saya gak tau dan gak peduli terbuat dari kayu apa, gak ada tulisannya juga.. :P ), namun nyaman...
Alih-alih, mata saya memandang tungku (tataring) di depan saya, penuh dengan sirabun (abu pembakaran), api sudah tak menyala...
Tataring yang tak berasap itu seolah-olah memberi saya inspirasi untuk mengusir kebosanan saya, saya menyalakan api, (hooo umur lima tahun). Menyiramkan "sedikit" minyak tanah lebih dulu, kemudian memantikkan korek api (Cesss...) dan mendekatkannya kekayu-kayu yang saya tumpuk di tataring itu. Pittor majjullap ma apinai da fuang... Apinya langsung membesar, untung tidak menyedot rambut saya yang waktu itu belum memperkenalkan kekriboannya.. hehehhee
Tak berapa lama bosan juga melihat apinya begitu saja....
Saya menoleh kebelakang saya..
Tak mendapat ide..
Memonyongkan bibir saya...
Juga tak ada ide...
Membayangkan expresi dinosaurus bertelor, juga tak ada ide...
Mencoba mengernyitkan dahi...
Tetep tak ada ide...
Saya beranjak menuju ke ruang depan lagi...
Ada dua pasang sepatu usang di belakang pintu ruang tengah. Punya kakak saya. Aku mengambilnya, memasukkannya kedalam plastik hitam, komplit dengan kaus kakinya (yang bau).
Saya tertawa dalam hati, seulas senyum tersinggung eh tersungging di bibirku, seiring dengan timbulnya sebuah ide "mengusir kebosanan" di otak saya.
Saya membawa kantong plastik hitam berisi sepatu dan kaus kaki kakak saya itu ke dapur, tempat saya menyalakan api tadi, dan dengan menggantungkannya di ujung kayu, saya mendekatkannya ke api. Apinya kelihatan bersemangat sekali melahap plastik hitam hingga meleleh. Sepatu yang gak jelas warnanya itupun perlahan-lahan meleleh seakan-akan menjerit kepanasan, kauskakinya juga jadi bersih dari bau, bebas kuman, hanya saja bentuknya sudah tidak kaus kaki lagi... :D
Saya bangga dengan ide kreativitas saya saat itu...
Siang itupun beranjak ke sore hari...
Petang hari...
Mulai gelap...
Ibuku pulang dari sawah bersama kedua kakakku...
Seperti biasa kakakku langsung menuju dapur, mau mempersiapkan makanan buat malam hari ini. Hmmm, dan sepertinya dia memandang sesuatu yang aneh di tataring itu. Ada bekas karet kebakar...
Dia "memonyongkan" bibirnya, berpikir, beranjak dari dapur ke ruang tengah. Melihat tumpukan sepatu tidak ada lagi sudah cukup menjelaskan apa yang terjadi di tataring itu..
"Uma... nga matutung sipatu nami...!" (Ma, udah terbakar sepatu kami)
"Matutung gimana...?" (Terbakar gimana?) sambil beranjak ke tataring bersama kakak saya itu..
Dan ibu saya cukup pintar untuk memahami, eh mengetahui "peristiwa besar" apa yang sudah terjadi, termasuk mengetahui siapa dalang di depan semua itu. SAYA. :D
Ibu saya manjonggor (memelototi) saya...
Saya senyum sumringah... membalas tatapan ibu saya dengan gigi saya yang waktu itu hitam.. lucu...
Dan ibu saya gak jadi marah..
Kakak saya juga tak marah, ngapain juga dia marah kan? Soalnya bakal dapat sepatu baru... (dan kaus kaki baru tentunya)..!!!
*Tolong, saat saya jadi menteri keuangan nanti, jangan ungkit-ungkit cerita ini ya...! :D
Tataring yang tak berasap itu seolah-olah memberi saya inspirasi untuk mengusir kebosanan saya, saya menyalakan api, (hooo umur lima tahun). Menyiramkan "sedikit" minyak tanah lebih dulu, kemudian memantikkan korek api (Cesss...) dan mendekatkannya kekayu-kayu yang saya tumpuk di tataring itu. Pittor majjullap ma apinai da fuang... Apinya langsung membesar, untung tidak menyedot rambut saya yang waktu itu belum memperkenalkan kekriboannya.. hehehhee
Tak berapa lama bosan juga melihat apinya begitu saja....
Saya menoleh kebelakang saya..
Tak mendapat ide..
Memonyongkan bibir saya...
Juga tak ada ide...
Membayangkan expresi dinosaurus bertelor, juga tak ada ide...
Mencoba mengernyitkan dahi...
Tetep tak ada ide...
Saya beranjak menuju ke ruang depan lagi...
Ada dua pasang sepatu usang di belakang pintu ruang tengah. Punya kakak saya. Aku mengambilnya, memasukkannya kedalam plastik hitam, komplit dengan kaus kakinya (yang bau).
Saya tertawa dalam hati, seulas senyum tersinggung eh tersungging di bibirku, seiring dengan timbulnya sebuah ide "mengusir kebosanan" di otak saya.
Saya membawa kantong plastik hitam berisi sepatu dan kaus kaki kakak saya itu ke dapur, tempat saya menyalakan api tadi, dan dengan menggantungkannya di ujung kayu, saya mendekatkannya ke api. Apinya kelihatan bersemangat sekali melahap plastik hitam hingga meleleh. Sepatu yang gak jelas warnanya itupun perlahan-lahan meleleh seakan-akan menjerit kepanasan, kauskakinya juga jadi bersih dari bau, bebas kuman, hanya saja bentuknya sudah tidak kaus kaki lagi... :D
Saya bangga dengan ide kreativitas saya saat itu...
Siang itupun beranjak ke sore hari...
Petang hari...
Mulai gelap...
Ibuku pulang dari sawah bersama kedua kakakku...
Seperti biasa kakakku langsung menuju dapur, mau mempersiapkan makanan buat malam hari ini. Hmmm, dan sepertinya dia memandang sesuatu yang aneh di tataring itu. Ada bekas karet kebakar...
Dia "memonyongkan" bibirnya, berpikir, beranjak dari dapur ke ruang tengah. Melihat tumpukan sepatu tidak ada lagi sudah cukup menjelaskan apa yang terjadi di tataring itu..
"Uma... nga matutung sipatu nami...!" (Ma, udah terbakar sepatu kami)
"Matutung gimana...?" (Terbakar gimana?) sambil beranjak ke tataring bersama kakak saya itu..
Dan ibu saya cukup pintar untuk memahami, eh mengetahui "peristiwa besar" apa yang sudah terjadi, termasuk mengetahui siapa dalang di depan semua itu. SAYA. :D
Ibu saya manjonggor (memelototi) saya...
Saya senyum sumringah... membalas tatapan ibu saya dengan gigi saya yang waktu itu hitam.. lucu...
Dan ibu saya gak jadi marah..
Kakak saya juga tak marah, ngapain juga dia marah kan? Soalnya bakal dapat sepatu baru... (dan kaus kaki baru tentunya)..!!!
*Tolong, saat saya jadi menteri keuangan nanti, jangan ungkit-ungkit cerita ini ya...! :D
4 comments:
hanya sekedar blogwalking. .
hmm tulisan yang deskriptif!
:)
ya.. salam kenal ya... :D
paddok ma isi lae,hu jaha pe..hahahaha
lae ronal: selamat manjaha ma molo songoni... hehehehehe
Post a Comment