Ahemm......
Aku lagi jenuh. Otakku lagi gimanaaaaa gtu. Mending aku nggosipin teman saya. Ini juga oleh-oleh dari Jakarta.
Kemaren temen saya bercerita sedikit tentang petualangannya di awal-awal merantau ke Jakarta. Teman saya ini namanya Gunawan, orang Batak juga, cuman berkaitan dengan esensi ceritanya, dia tak rela marganya dicantumkan disini. Dan saya juga gak berani melanggar. Hukumannya berat, tidak akan di bantu lagi kalo berkunjung ke Jakarta... <----- Suerr yang bagian terakhir kata-kata saya saja..!
Oh iya, dia seorang yang benar-benar menghargai pemberian orangtuanya. Kaos putih dari ayahnya beberapa tahun lalu masih di bawanya dan dipakainya di Jakarta. Teman saya ini saya kenal di Malang, tatkala kami satu kuliah dan sama-sama mengerti bahasa Batak. Anda tahu sendirilah kalo orang batak ketemu orang batak, ngobrol dalam bahasa batak. Berisik tentunya. Hahahahaha.
Bagaimana memang ceritanya itu?
Waktu itu, di pesawat penerbangan dari Polonia Medan - Sukarno Hatta Jakarta. Dia mencobain semua toilet di pesawat itu, toilet yang di depan dan toilet yang dibelakang. nah, setelah dari toilet yang di depan, dia mau kembali ke tempat duduknya dan bertemu dengan temannya yang mau ke Jakarta juga.
Gunawan: Lho.. bla ble bla ble....
Temannya: Bah.. bli bla blo bli...
Lanjutlah obrolan mereka itu. Hingga pada sebuah obrolan yang pantas untuk disenyumi. Ya jujur waktu itu saya juga tertawa. Hahahah
Gunawan: Turun dimana nanti Lae?
Temannya: Kami turun di Sukarno-Hatta, kata Tulang sih di jemput di situ....
Gunawan: Ooo.. beda kita berarti ya, kami turun di Cengkareng soalnya...!
Entah bagaimana kisah selanjutnya, dan bagaimana expresi si Gunawan tatkala mengetahui (entah dari siapa) bahwa Sukarno-Hatta itu sebenarnya juga Cengkareng.....
Lanjut. Masih belum cukup kisah perjuangan bagian yang lucunya. Si Gunawan ini bakal ke Malang. Bersama ayah, yang secara kekeluargaan masih Amangboru saya. Naik apa mereka? Naik kereta api. Gambir - Stasiun Malang Kota Baru.
Gunawan dan Amangboru itu tiba di Gambir.
Amangboru bingung kok di stasiun tidak ada relnya?
"Ini stasiun Gambir khan Pak..?" tanya beliau kepada salah satu manusia di Stasiun itu.
"Iya Pak..!"
"Relnya mana?"
"Diatas Pak...!"
Amangboru masih belum mengerti "relnya diatas itu seperti" apa...
Mondar-mandir kesana-kemari.
"Stasiun kok nggak kelihatan relnya..??????" pikir beliau seperti itu "Tapi kok ada loket penjualan tiketnya????" lanjut dalam pikir beliau.
Dan merayaplah sebuah kereta api di rel kereta api yang di atas itu.. Drrrrrrrrrrrrrrr (anggaplah ini bunyi kereta api datang)
"Lho lho lho Gempa?" tapi bingung kok cuman saya yang panik <---mungkin beginilah kira-kira.
Drrrrrrrrrr datang lagi kereta yang lain.
Amangboru mengangguk-angguk dan menyadari maksud dari "relnya diatas" itu.
Dan mereka naik kereta api setelah membeli karcis dengan stempel "TIDAK MENUNTUT TEMPAT DUDUK"
Aku lagi jenuh. Otakku lagi gimanaaaaa gtu. Mending aku nggosipin teman saya. Ini juga oleh-oleh dari Jakarta.
Kemaren temen saya bercerita sedikit tentang petualangannya di awal-awal merantau ke Jakarta. Teman saya ini namanya Gunawan, orang Batak juga, cuman berkaitan dengan esensi ceritanya, dia tak rela marganya dicantumkan disini. Dan saya juga gak berani melanggar. Hukumannya berat, tidak akan di bantu lagi kalo berkunjung ke Jakarta... <----- Suerr yang bagian terakhir kata-kata saya saja..!
Oh iya, dia seorang yang benar-benar menghargai pemberian orangtuanya. Kaos putih dari ayahnya beberapa tahun lalu masih di bawanya dan dipakainya di Jakarta. Teman saya ini saya kenal di Malang, tatkala kami satu kuliah dan sama-sama mengerti bahasa Batak. Anda tahu sendirilah kalo orang batak ketemu orang batak, ngobrol dalam bahasa batak. Berisik tentunya. Hahahahaha.
Bagaimana memang ceritanya itu?
Waktu itu, di pesawat penerbangan dari Polonia Medan - Sukarno Hatta Jakarta. Dia mencobain semua toilet di pesawat itu, toilet yang di depan dan toilet yang dibelakang. nah, setelah dari toilet yang di depan, dia mau kembali ke tempat duduknya dan bertemu dengan temannya yang mau ke Jakarta juga.
Gunawan: Lho.. bla ble bla ble....
Temannya: Bah.. bli bla blo bli...
Lanjutlah obrolan mereka itu. Hingga pada sebuah obrolan yang pantas untuk disenyumi. Ya jujur waktu itu saya juga tertawa. Hahahah
Gunawan: Turun dimana nanti Lae?
Temannya: Kami turun di Sukarno-Hatta, kata Tulang sih di jemput di situ....
Gunawan: Ooo.. beda kita berarti ya, kami turun di Cengkareng soalnya...!
Entah bagaimana kisah selanjutnya, dan bagaimana expresi si Gunawan tatkala mengetahui (entah dari siapa) bahwa Sukarno-Hatta itu sebenarnya juga Cengkareng.....
(Kalo boleh jujur, saya juga baru tahu kalo Cengkareng itu ya Sukarno-Hatta ketika pulang kampung Desember kemaren...!) <---merasa ada tatapan hina terhadap saya.
Saya lagi ngorder tiket dari Sby-Jkt dan Jkt-Medan waktu itu. Dapatnya yang beda maskapai.
Agen: Oke saya bacakan lagi Mas ya... tiket atas nama Aron, Juanda-Cengkareng dan Cengkareng-Polonia...
Saya: Lho kok Cengkareng Mbak? Bukannya Sukarno-Hatta?
Agen: Lho, Cengkareng itu ya Sukarno-Hatta itu Mas... (anda tahu bagaimana nada bicara orang yang hampir sedikit gagal menahan tawa gak? ya seperti itulah...!"
Saya: Oke silahkan di email..... (cepat-cepat dan tak tahan menahan tawa)
Ditelpon lagi 20 menit kemudian. Dan tawanya sudah puas.
Agen: Selamat siang, dengan Pak Aron...? _sedikit terasa nada menahan tawa itu
Saya: Iya... (menahan tawa dan gagal) tadi... tadi.... <---gak kuat nerusin.. lebay...!
Lanjut. Masih belum cukup kisah perjuangan bagian yang lucunya. Si Gunawan ini bakal ke Malang. Bersama ayah, yang secara kekeluargaan masih Amangboru saya. Naik apa mereka? Naik kereta api. Gambir - Stasiun Malang Kota Baru.
Gunawan dan Amangboru itu tiba di Gambir.
Amangboru bingung kok di stasiun tidak ada relnya?
"Ini stasiun Gambir khan Pak..?" tanya beliau kepada salah satu manusia di Stasiun itu.
"Iya Pak..!"
"Relnya mana?"
"Diatas Pak...!"
Amangboru masih belum mengerti "relnya diatas itu seperti" apa...
Mondar-mandir kesana-kemari.
"Stasiun kok nggak kelihatan relnya..??????" pikir beliau seperti itu "Tapi kok ada loket penjualan tiketnya????" lanjut dalam pikir beliau.
Dan merayaplah sebuah kereta api di rel kereta api yang di atas itu.. Drrrrrrrrrrrrrrr (anggaplah ini bunyi kereta api datang)
"Lho lho lho Gempa?" tapi bingung kok cuman saya yang panik <---mungkin beginilah kira-kira.
Drrrrrrrrrr datang lagi kereta yang lain.
Amangboru mengangguk-angguk dan menyadari maksud dari "relnya diatas" itu.
Dan mereka naik kereta api setelah membeli karcis dengan stempel "TIDAK MENUNTUT TEMPAT DUDUK"
Betul-betul memang merantau itu perjuangan...!
Togap juga punya kisah lucu waktu naik kereta api dari Surabaya ke Malang.
Guru: Kamu kemren waktu mau ndaftar ke kampus A itu, ke Malangnya naik apa? Naik sepur nggak?
Togap; Nggak Bu, naik kereta api...!
Satu cubitan nggemesin melayang di pipi si Togap.
8 comments:
hehehehehe
berkunjung dan abis baca masih juga senyum-senyum
ini si gunawan lakon fiktif apa beneraaannn???
koq bisa siiihhhh???
gunawannn... kenalan dooongggg... :)) :))
Kwak...kak...kak...kak. Ada-ada saja. Hidup memang penuh perjuangan.
maafkan aku bang, dah lama banget gak silaturahim.....
hari ini silaturahmi lagi...mudah2an gak dilupain..hehehehe
hihihi..soekarno hatta cengkareng yah. kemarin juga ada yang nanya sama saya, halim perdana kusuma itu bandara mana. hehehe...
seiri: hehehe... makasih senyumnya...
ito Lisha: heheheh he is real..
pelangi anak: heheheh
Alrez; Ah, sayapun lagi gak sering-seringnya blogging kok...
Violet: iya, aku tahu siapa yang nanya... hahahaha
sumpah, dikirain orang gila ngakak-ngakak di kantor baca cerita ito ini...
hahahaha
hasian_cinduth: hwaaaa.... maafkan saya ito.. hahaha
Post a Comment