Wilayah kerja kantor tempat saya bekerja sekarang ini lumayan luas. Terdiri dari 8 Kabupaten 1 Kotamadya. Kabupaten Fak Fak, Kaimana, Sorong Selatan, Tambraw, Maybrat, Kab. Sorong, Raja Ampat dan Kota Sorong. Sama seperti ketika di Maumere, saya juga ingin "berkunjung" ke semua daerah tersebut. Ya, minimal ke ibukota kabupaten nya lah...
Sampai saat ini yang sudahsaya kunjungi baru Kota Sorong (tempat tinggal), Kab. Sorong dengan ibukota Aimas, kabupaten paling dekat ke Sorong. Meski tidak sejauh Surabaya - Sidoarjo, tapi entah kenapa kota ini seolah-olah Sidoarjo nya Surabaya bagi saya. Mungkin karena alun-alun kotanya... :D. Kemudian Raja Ampat, seperti di postingan sebelum-sebelumnya. Lalu, yang sekitar 2 minggu lalu, tanggal 8 Juli 2013 kami kunjungi, Sorong Selatan.
Perginya kami ke Sorong Selatan ini dalam rangka tugas dari kantor. Kami berangkat berempat, Pak Bos, Bang Ucok, Mas Hery dan saya. Berangkat dari kantor kurang lebih sekitar 11.30, sarapan jam 12 lebih di Aimas. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Klamono dan seterusnya... Di pinggir jalan Klamono ini memanjang pipa pertamina, yang konon katanya dulu buatan Belanda. Dan sekarang masih digunakan...
Sampai ke Aimas, jalanan masih aspal. Masuk ke Klamono, mulai jalanan beton, yang kami bilang jalan putih. Karena warna jalannya tidak hitam seperti aspal. Klamono lewat masuklah kami ke perkampungan yang unik. Desa Malas Tahu. Sebutannya begitu. Jangan sampai anda menabrak anjing, ayam, atau hewan lainnya, terutama manusia. Ribet urusannya gan... Tak hanya untuk anda, untuk pengendara selanjutnya juga. Bagaimana bisa? Kadang-kadang penduduk, atau bahkan anak-anak memasang plang ala kadarnya untuk menghalangi jalan buat pengendara. "Mengharapkan" fulus dari para pengendara. Dalam rangka apa? Macam-macam. Di perjalanan teman kantor sebelumnya ke Teminabuan ini, mereka diberhentikan karena katanya mobil di depan habis menabrak anjing, dan setiap pengendara yang lewat dikenai pungutan. Berapa? Mereka menyodorkan lima ribuan satu.. Dan dibalas,"5 ribuu? Dua puluhhhh...!" Ha ha ha... Nah, diperjalanan kami kali ini, kami kena stop untuk memberikan imbalan bagi anak-anak kecil yang sudah "memperbaiki" jalan dengan menimbuni lobang agak besar dengan karang-karang yang sudah tergerus kecil-kecil, supanya lobangnya agak rata. Goyangan yang kami rasakan di dalam mobil ketika melewati "lobang" itu mengantarkan gelak tawa kami. Senang dengan keunikan ini. Senang karena kami juga ikut merasakannya.... Kalau kawan penasaran, silahkan dicoba... Tapi tetap pesan yang tadi diingat ya... :D
Kembali ke jalanan yang kami tempuh, agak mirip dengan jalanan di kota besar. Ada belang-belang putih, atau garis putih putus-putus yang menandakan batas jalan. Hanya saja di jalanan yang kami tempuh ini "garis putih putus-putus" nya adalah jalan itu sendiri. Aspal beberapa ratus meter, kemudian jalan putih yang dikeraskan dengan karang-karang putih yang digerus menjadi kecil-kecil, kemudian ditimbun merata di jalan tersebut kemudian dikeraskan dengan alat berat. Seperti itulah dugaan saya proses jalan tersebut. Ketika melewati jalanan aspal, rasanya halus tak bergoncang, namun cepat saja itu berlalu, kami bertemu lagi dengan jalanan karang halus. Putih.
Saya senang dengan perjalanan ini. Kondisi jalan ini mengingatkan dan menyadarkan saya bahwa masih banyak yang bisa dibangun di Indonesia ini. Termasuk pembangunan mental manusianya. Supaya tidak korup. Bisa saja penyebab tidak bagusnya jalan yang kami tempuh itu adalah perilaku korup. Bisa saja.
Semakin jauh kami menempuh perjalanan, semakin banyak goncangan yang saya rasakan. Semakin senang rasanya. Saking senangnya, dua kali isi perut saya berontak keluar. Mereka penasaran melihat jalanan yang kami tempuh. Dua kali jackpot cukup membuat saya jadi bahan guyonan teman-teman... "Jauh-jauh datang dari Medan ke Sorong kok malah muntah... ha he ha he...", "Tenang Ron... Diujung sana nanti kita pasti tiba-tiba muncul di Medan...","Ah, kacaulah...!" :D
Saya hanya menanggapi dengan senyum, "Biasa itu Pak... meninggalkan jejak...!" :D.
Enam jam lebih kami menempuh perjalanan kami. jam 5.30 pas kami tiba di Hotel Nusa Indah, sebuah hotel bintang lima versi Sorong Selatan. Mirip kos-kos an. Hanya saja bunyi air yang mengalir deras di sungai persis dibelakang hotel memberikan pemandangan yang berbeda. Deras bos... Deras kali. Entah sungai itu pernah diarungi atau tidak... Saya penasaran...
Sama seperti ketika sampai di Puncak Kelimutu, Ende, NTT, sinyal hape yang kembali ada setelah hilang bersama berlalunya desa malas tahu tadi mengingatkan saya sama kekasih. Sinyal EDGE tak cukup mumpuni buat ngenet. Ah, Teminabuan... Tapi tak bisa ngenet sms pun jadilah.. Saya sms kan lah cinta saya padanya, dari Teminabuan, Sorong Selatan... "Di Teminabuan, Sorong Selatan inipun... Saya cinta padamu...!"
Saya senang dengan perjalanan ini. Kondisi jalan ini mengingatkan dan menyadarkan saya bahwa masih banyak yang bisa dibangun di Indonesia ini. Termasuk pembangunan mental manusianya. Supaya tidak korup. Bisa saja penyebab tidak bagusnya jalan yang kami tempuh itu adalah perilaku korup. Bisa saja.
Semakin jauh kami menempuh perjalanan, semakin banyak goncangan yang saya rasakan. Semakin senang rasanya. Saking senangnya, dua kali isi perut saya berontak keluar. Mereka penasaran melihat jalanan yang kami tempuh. Dua kali jackpot cukup membuat saya jadi bahan guyonan teman-teman... "Jauh-jauh datang dari Medan ke Sorong kok malah muntah... ha he ha he...", "Tenang Ron... Diujung sana nanti kita pasti tiba-tiba muncul di Medan...","Ah, kacaulah...!" :D
Saya hanya menanggapi dengan senyum, "Biasa itu Pak... meninggalkan jejak...!" :D.
Enam jam lebih kami menempuh perjalanan kami. jam 5.30 pas kami tiba di Hotel Nusa Indah, sebuah hotel bintang lima versi Sorong Selatan. Mirip kos-kos an. Hanya saja bunyi air yang mengalir deras di sungai persis dibelakang hotel memberikan pemandangan yang berbeda. Deras bos... Deras kali. Entah sungai itu pernah diarungi atau tidak... Saya penasaran...
Sama seperti ketika sampai di Puncak Kelimutu, Ende, NTT, sinyal hape yang kembali ada setelah hilang bersama berlalunya desa malas tahu tadi mengingatkan saya sama kekasih. Sinyal EDGE tak cukup mumpuni buat ngenet. Ah, Teminabuan... Tapi tak bisa ngenet sms pun jadilah.. Saya sms kan lah cinta saya padanya, dari Teminabuan, Sorong Selatan... "Di Teminabuan, Sorong Selatan inipun... Saya cinta padamu...!"
Agak banyak jalan yang rusak, ini hanya rusak kecil. Kebetulan saja berhenti dekat sini. *pipis |
No Signal.. :P |