Catatan: Ini bukan pelajaran tentang bagaimana buang air yang inspiratif...
Pagi hari setelah bangun tidur, alarm alampun mengharuskan saya memasuki ruang semedi. Di ruang semedi saya merasa bersyukur, masih bisa sehat dan lancar bersemedi, melepaskan kotoran dari dalam perut. Bu A Be...
Saya pernah dengar, atau tepatnya membaca, kalau katanya inspirasi itu kadang timbul ketika kita sedang "bersemedi" di toilet. Sekilas mungkin ini terkesan bercanda atau bahkan jorok, namun jika direnungkan sedikit lebih santai ada benarnya juga. Coba pikirkan (pikirkan saja, jangan dibayangkan) ketika buang air besar apa yang kita lakukan? (pertanyaan macam apa ini?). Iya, ya membuang kotoran lah, Ndit...
Seperti inspirasi yang timbul ketika kita buang kotoran, kadang begitu juga hal-hal positif bisa terjadi ketika kita dengan ikhlas melepaskan pikiran-pikiran kotor yang ada dalam diri kita...! *pencet flush
Nah, inspirasi-inspirasi positif itu juga timbul ketika kita membuang pikiran-pikiran kotor atau negatif dari dalam diri kita. Taik itu ibaratnya pikiran-pikiran kotor atau hal-hal yang negatif yang ada didalam diri kita, yang bisa menghambat kita untuk berkembang, bahkan jika tidak dibuang, alih-alih berkembang, malah mati Kawan...
Pintu toilet kami terbuat dari aluminium yang memiliki dua engsel yang terletak dibagian atas dan bawah, fungsinya sebagai penahan atau perekat dengan kusen sekaligus sebagai tumpuan rotasi pintu. Biar pintunya lebih mudah dibuka dan ditutup...
Tatkala bersemedi dalam sepi, bunyi air kran menjadi musik pengiring prosesi semedi ini, saya memperhatikan kedua engsel pintu toilet ini. Satunya masih berbentuk engsel beneran, satunya sudah "berevolusi" menjadi liukan kawat-kawat. Tak apa, toh masih berfungsi dengan baik... :P
Lebih lanjut, (maksudnya melanjutkan prosesi semedi), hidup ini juga ibarat pintu itu, butuh dua engsel yang berfungsi dengan baik supaya hidup kita seimbang. Engsel yang pertama tentang hubungan kita dengan Sang Pencipta, engsel yang kedua tentang hubungan kita dengan sesama ciptaan-Nya. Hidup kita harusnya melekat pada kedua engsel itu, supaya kita bisa menjalankan hidup sesuai dengan yang ditentukan oleh Sang Pencipta dan tidak melawan norma-norma atau aturan yang berlaku di dunia, dimana para ciptaan hidup. Hidup tidaklah seimbang jika hanya salah satunya saja yang kita jaga dengan baik. Hanya mengasihi Sang Pencipta tapi memusnahkan ciptaan-Nya yang lainnya. Atau mengasihi ciptaan-Nya, namun menghujat Sang Pencipta... Hanya berdoaaaaa tanpa mengerjakan nihil, dan hanya bekerjaaaaa tanpa disertai doa hasilnya kosong. Imaaaan doang tanpa perbuatan, hasilnya mati. Perbuataaaaaan doank tanpa iman, musnah. Pintu yang hanya melekat pada satu engsel juga demikian. Melekat hanya pada engsel yang diatas namanya "menggantung", melekat hanya pada engsel yang bawah namanya "menanti roboh"...
Terimakasih toilet, selain rela menjadi "tumpahan" segala keburukan saya, juga telah menjadi tempat saya belajar sesuanu, eh sesuatu...