Mau menambah salah satu postingan di blog saya yang berlabel BANDITIAH.
Belakangan ini materi kuliah Statistika kami membahas tentang probabilitas. Entah kenapa rasanya agak sedikit lebih mumet dibanding waktu mempelajarinya waktu diselipkan di mata pelajaran Matematika di SMA. Kalau dipikir-pikir ya wajar jugalah ya, level SMA bedalah sama level kuliahan.
Materi probabilitas (peluang atau kemungkinan) boleh saja memumetkan kepala saya, namun semumet-mumetnya probabilitas, tentu itu tak luput dari bahan becandaan juga.
"Saya tahu gan kenapa saya agak susah memahami probabilitas ini...!"
"Kenapa emang?" sahut teman saya.
"Probabilitas itu khan kemungkinan. Saya sudah terbiasa hidup dalam kepastian, jadi agak susah jika dihadapkan pada sesuatu yang masih dalam kemungkinan...!"
Ngakaklah kami... :D
Tentu, itu adalah opini BANDITIAH, tak perlu diperdebatkan kalau memang kawan-kawan mudah saja memahami probabilitas itu, padahal kawan-kawan juga hidup dalam kepastian... :)
-----banditiah----
Pernahkah kawan mengatakan akan memberikan yang terbaik bagi seseorang? Memberikan atau melakukan yang terbaik bagi orang tua? Diri sendiri? Kekasih? Teman? Atau siapa saja? Atau bahkan yang agak religi, pernahkah kawan bertekad akan melakukan yang terbaik untuk Tuhan?
Saya juga pernah, tak hanya mengatakannya, bahkan bertekad untuk seperti itu.
Belakangan saya juga sering mendengar atau membaca status FB orang-orang tentang memberikan yang terbaik. Hanya saja saya jadi agak khawatir, jangan-jangan saking semangatnya bertekad untuk melakukan yang terbaik bagi orang laian, keluarga atau bagi Tuhan, tekad itu tidak diawali dengan pengertian "yang terbaik itu bagaimana?"
Tentang keluarga. Seringkali kita menonton kisah di sinetron tentang seorang Ayah yang bekerja mati-matian, membanting tulang, oppung, namboru, lae, eda dan ito (eh?), demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Dari kisah selanjutnya pasti sinetron itu dengan agak lebaynya akan berhasil menggambarkan bahwa yang dibutuhkan keluarganya bukanlah harta yang banyak, kemewahan dan segala materi lainnya. Yang dibutuhkan adalah kehadiran Ayahnya saat anaknya menampilkan performance di sekolah, saat lagi ada masalah dan saat ingin tersenyum ceria mereka punya seseorang yang hadir menyaksikannya, Ayah atau orang tua mereka. Well, tak hanya di sinetron, di kehidupan nyata ini juga terjadi. Tentunya dalam bentuk yang lebih realistis dan variatif.....
Tentang kekasih. Tentu Anda dan kekasih Anda yang lebih tahu apa yang terbaik bagi hubungan kalian... Saya lagi gak tega ikut campur... :D
Tentang diri sendiri (hidup anda sendiri, kuliah anda sendiri, uang anda sendiri dan seterusnya). Ini juga pribadi kita masing-masing yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita yang paling tahu perlakuan apa yang paling baik yang bisa kita lakukan untuk diri kita. Tentu dengan sedikit membaca dari salah satu buku psikologi yang saya baca, ada kalanya orang lain yang lebih tahu tentang potensi lain yang ada dalam diri kita.
-----banditiah----
Tanggal 25 Mei sampe 3 Juni 2011 ini kami bakal menghadapi UAS. UAS yang pertama yang saya hadapi setelah 3 tahun gak pernah menghadapinya.. :D. Semua mahasiswa mengharapkan dapat yang terbaik, saya yakin itu dengan tingkat keyakinan 95% <--- agak menyentuh Statistika sedikit. Termasuk saya...
Hanya saja mungkin definisi yang terbaik itu yang bagi beberapa orang berbeda. Definisi untuk nilai terbaik secara formal sudah disepakati, A atau 100. Tapi ingat, itu untuk nilai terbaik. Kalau definisi yang terbaik itu sendiri?
(Ini teori BANDITIAH, jadi setuju tidaknya silahkan :D), bagi saya yang terbaik itu bukan jika nanti saya sudah dapat 100, atau A, atau IP 4. Inilah yang jadi bahan renungan saya beberapa hari belakangan ini. Akhir dari perenungan dan pertapaan saya (ceileeee), saya mendefinisikan yang terbaik itu adalah jika saya melakukan usaha yang terbaik dan benar untuk mencapai nilai yang terbaik tadi. Bingung? Bagus. Saya sukses. *dilempar buku Statistika *lempar balik buku Kieso
Jika tadi saya bilang "...saya tidak hidup dalam kemungkinan, tapi dalam kepastian...!", iya saya pasti berdoa dan belajar dengan sebaik-baiknya. Untuk UAS, untuk diri saya, kekasih, untuk teman-teman dan sahabat saya, untuk keluarga, untuk bangsa dan negara saya. Doakan saya juga teman-teman...! :D
Belakangan ini materi kuliah Statistika kami membahas tentang probabilitas. Entah kenapa rasanya agak sedikit lebih mumet dibanding waktu mempelajarinya waktu diselipkan di mata pelajaran Matematika di SMA. Kalau dipikir-pikir ya wajar jugalah ya, level SMA bedalah sama level kuliahan.
Materi probabilitas (peluang atau kemungkinan) boleh saja memumetkan kepala saya, namun semumet-mumetnya probabilitas, tentu itu tak luput dari bahan becandaan juga.
"Saya tahu gan kenapa saya agak susah memahami probabilitas ini...!"
"Kenapa emang?" sahut teman saya.
"Probabilitas itu khan kemungkinan. Saya sudah terbiasa hidup dalam kepastian, jadi agak susah jika dihadapkan pada sesuatu yang masih dalam kemungkinan...!"
Ngakaklah kami... :D
Tentu, itu adalah opini BANDITIAH, tak perlu diperdebatkan kalau memang kawan-kawan mudah saja memahami probabilitas itu, padahal kawan-kawan juga hidup dalam kepastian... :)
-----banditiah----
Pernahkah kawan mengatakan akan memberikan yang terbaik bagi seseorang? Memberikan atau melakukan yang terbaik bagi orang tua? Diri sendiri? Kekasih? Teman? Atau siapa saja? Atau bahkan yang agak religi, pernahkah kawan bertekad akan melakukan yang terbaik untuk Tuhan?
Saya juga pernah, tak hanya mengatakannya, bahkan bertekad untuk seperti itu.
Belakangan saya juga sering mendengar atau membaca status FB orang-orang tentang memberikan yang terbaik. Hanya saja saya jadi agak khawatir, jangan-jangan saking semangatnya bertekad untuk melakukan yang terbaik bagi orang laian, keluarga atau bagi Tuhan, tekad itu tidak diawali dengan pengertian "yang terbaik itu bagaimana?"
Tentang keluarga. Seringkali kita menonton kisah di sinetron tentang seorang Ayah yang bekerja mati-matian, membanting tulang, oppung, namboru, lae, eda dan ito (eh?), demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Dari kisah selanjutnya pasti sinetron itu dengan agak lebaynya akan berhasil menggambarkan bahwa yang dibutuhkan keluarganya bukanlah harta yang banyak, kemewahan dan segala materi lainnya. Yang dibutuhkan adalah kehadiran Ayahnya saat anaknya menampilkan performance di sekolah, saat lagi ada masalah dan saat ingin tersenyum ceria mereka punya seseorang yang hadir menyaksikannya, Ayah atau orang tua mereka. Well, tak hanya di sinetron, di kehidupan nyata ini juga terjadi. Tentunya dalam bentuk yang lebih realistis dan variatif.....
Tentang kekasih. Tentu Anda dan kekasih Anda yang lebih tahu apa yang terbaik bagi hubungan kalian... Saya lagi gak tega ikut campur... :D
Tentang diri sendiri (hidup anda sendiri, kuliah anda sendiri, uang anda sendiri dan seterusnya). Ini juga pribadi kita masing-masing yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita yang paling tahu perlakuan apa yang paling baik yang bisa kita lakukan untuk diri kita. Tentu dengan sedikit membaca dari salah satu buku psikologi yang saya baca, ada kalanya orang lain yang lebih tahu tentang potensi lain yang ada dalam diri kita.
-----banditiah----
Tanggal 25 Mei sampe 3 Juni 2011 ini kami bakal menghadapi UAS. UAS yang pertama yang saya hadapi setelah 3 tahun gak pernah menghadapinya.. :D. Semua mahasiswa mengharapkan dapat yang terbaik, saya yakin itu dengan tingkat keyakinan 95% <--- agak menyentuh Statistika sedikit. Termasuk saya...
Hanya saja mungkin definisi yang terbaik itu yang bagi beberapa orang berbeda. Definisi untuk nilai terbaik secara formal sudah disepakati, A atau 100. Tapi ingat, itu untuk nilai terbaik. Kalau definisi yang terbaik itu sendiri?
(Ini teori BANDITIAH, jadi setuju tidaknya silahkan :D), bagi saya yang terbaik itu bukan jika nanti saya sudah dapat 100, atau A, atau IP 4. Inilah yang jadi bahan renungan saya beberapa hari belakangan ini. Akhir dari perenungan dan pertapaan saya (ceileeee), saya mendefinisikan yang terbaik itu adalah jika saya melakukan usaha yang terbaik dan benar untuk mencapai nilai yang terbaik tadi. Bingung? Bagus. Saya sukses. *dilempar buku Statistika *lempar balik buku Kieso
Jika tadi saya bilang "...saya tidak hidup dalam kemungkinan, tapi dalam kepastian...!", iya saya pasti berdoa dan belajar dengan sebaik-baiknya. Untuk UAS, untuk diri saya, kekasih, untuk teman-teman dan sahabat saya, untuk keluarga, untuk bangsa dan negara saya. Doakan saya juga teman-teman...! :D
5 comments:
Selamet ujian, Ron. Apapun hasilnya, semoga kamu puas dengan proses belajarmu.
Jadi gimana ujianmu?
Gak kau bikin malu kan halak hita? :D
ngakak baca komen eka :D
lae,(bandit) nah klo kuliahnya udahan,,,dapat uang banyak (ngga harus kayak lae tambunan) jangan lupa bangun jalan dari matiti ke huta gurgur,aeknauli,panduman,marade sampai pollung,,,ok lae..
Vicky: saya puas dgn prosesnya kakak. Puas karena ternyata masih bisa ditingkatkan... :)
Kak Eka: Puji Tuhan kak... :)
Lae Idep: Heheheh
Tampu: maksudmu?
Post a Comment