Petualangan 7 Curug: Olah Raga Lutut di Curug Cigamea

03 October 2011
Kekaguman pada derasnya debit air yang jatuh di Curug Luhur masih ada dikepala saya. Meski badan ini sudah melangkah menjauhinya.

Dari informasi para sopir-sopir angkot yang mangkal di semacam terminal dekat Kawasan Wisata Curug Luhur, untuk menuju ke Curug Seribu atau Curug Cigamea kami musti naik angkot lagi kearah berlawanan dari arah kami datang tadi. Ke Tanjolaya. Cukup dekat untuk dijalani dengan jalan kaki sebenarnya. Tapi namanya juga tidak tahu, ya nurut aja naik angkot... :D

Dari Tanjolaya, kami kemudian naik pjek lagi. Lupa berapa, kayaknya sekitar 45 ribuan setelah menawar dari 50 rebo... :D. Sepertinya saya memang lebih pintar dalam penawaran jual-beli kolor ketimbang nawar ojek. Tapi ya katanya itu satu-satunya jalan paling dekat (dan praktis) menuju ke Kawasan Curug Seribu atau lebih tepatnya Kawasan Gunung Salak Endah. Okelah, anggap saja Yang Kuasa sedang menghendaki kami menikmati perjalanan lewat jalur ini.

Belakangan saya tahu ternyata kalau sudah agak sore kayak kami kemarin keluar dari Curug Luhur, mending kembali ke arah kota, menginap di Stasiun Bogor, kemudian besok paginya lanjut ke Kawasan Gunung Salak Endah, karena di kawasan ini banyak tempat wisata yang bagus untuk dikunjungi, setidaknya ada sekitar 4 air terjun: Curug Seribu, Curug Cigamea, Curug Pangeran dan Curug Ngumpet. Informasinya, Curug Seribu adalah curug yang paling menantang, dan harus hati-hati bermain-main disekitarnya karena dibawah air terjun ada pusaran yang jika tidak hati-hati pengunjung bisa tersedot. Sekedar info, beberapa hari setelah selesai dari berpetualang ini kami membaca berita ada korban yang tewas di Curug SeribuLink ini.

Perjalanan yang kami tempuh tidak mulus, ditengah perjalanan hujan yang lumayan deras turun, sehingga kami menepi dan berteduh sebentar di emperan rumah warga yang ada warungnya. Berbincang sedikit, namun lebih banyak diamnya karena pembicaraan kemudian berlanjut dengan bahasa daerah sana, Sunda. Sekedar bertanya kemudian bapak ojek menjelaskan kalau bahasa Sunda di Bogor lebih kasar dibanding di Bandung. Saya ngangguk-ngangguk saja...

Hujan kemudian reda dan kami melanjutkan perjalanan. Tiupan udara yang menerap wajah terasa lebih bersih dan dingin sehabis hujan. Saya menyukainya. Saya menyukainya karena kali ini kaki kanan saya tidak berontak cenut-cenutan seperti biasanya jika terkena udara dingin agak lama. Ditemani oleh cakap-cakap ringan dari Pak Ojek, kami kemudian tiba dipintu masuk belakang (jika yang depan adalah yang dekat dengan Curug Cigamea), membayar karcis masuk dan meneruskan perjalanan masih dengan ojek melewati jalan raya kawasan wisata yang di kiri-kanannya hutan "agak" lebat.

Dan tiba...
Curug Cigamea sudha dikelola dengan baik, jalan menuju air terjun sedah berupa semen dan pavling, namun naik-turunnya agak terasa juga gan di lutut. Nikmat. Curugnya sendiri terdiri dari dua air terjun yang bersebelahan, satunya berdinding batu yang kontras dengan curug satunya yang berdinding kuning tanah liat. Mungkin pengelolaannya yang sudah cukup baik dan keterjangkauannya membuat lokasi curug ini banyak dikunjungi. Namun karena terlalu ramai dan kami ragu ada tempat penyimpanan barang-barang kami yang aman, dan karena kolam-kolam air terjunnya juga tidak cukup bersih (karena banyak pengunjung), kami memutuskan untuk tidak turun mandi... Cukup memoto-moto sedikit. Dan kembali meninggalkan curug ini...


Foto 1: Pemandangan di jalan sekitar curug sangat hijau.
Jalannya juga sudha di pavling




Foto 2: Curug sebelah kanan


Foto 3: Curug sebelah kiri


Foto 4: Sebenarnya minta difoto pas cewek ini tidak membelakangi saya... :D

5 comments:

Call me Batz said...

seru banget ya perjalanannya..

Asop said...

Saya ketawa pas mbaca keterangan foto trakhir. Ya ya saya bisa mengerti perasaan Mas. :D

bandit™perantau said...

Batz: :)

Asop: hehehe...

obat tradisional hepatitis a said...

keren gan

obat tradisional stroke said...

wah artikel yg mantap